Apa kabar puisi Indonesia? Semoga puisi Indonesia hari ini dan hari yang akan datang baik-baik saja. Tapi jika terlalu anteng dan tenang seakan tidak ada proses kehidupan yang lebih baik. Sampai hari ini puisi masih ditulis. Masih ada orang yang menulis puisi. Secara kuantitas memang perpuisian Indonesia sangat menggairahkan. Tapi secara kualitas masih perlu pengkajian dan penelitian yang serius.
Menulis puisi bisa dilakukan oleh siapa dan kapan saja. Ada yang bilang bahwa menulis puisi itu mudah dan gampang. Kalimat itu ada benarnya juga, meski tidak sepenuhnya benar. Tidak hanya menulis puisi saja, tapi karya sastra yang lain seperti prosa, cerpen juga gampang.
Pertanyaannya adalah siapa yang menulis? Bagi yang sudah terbiasa menulis puisi atau penyair tentu hal itu mudah dan gampang. Begitu juga bagi para prosais atau cerpenis bahwa menulis prosa atau cerpen itu gampang.
Perlu diketahui bahwa kumudahan dalam hal menulis puisi tidak didapatkan secara instan. Kemudahan menulis puisi, prosa, cerpen, dan lainnya itu mereka dapatkan melalui proses yang panjang. Para penulis itu umumnya melakukan pelatihan menulis, pelatihan menulis itu bisa dan biasa dilakukan dengan cara menulis, menulis, dan terus menulis. Proses yang panjang dan menulis inilah yang mematangkan penulis di bidangnya.
Belakangan ini dunia perpuisian Indonesia sedang riuh dengan berbagai perkembangan dan masalah yang melingkupinya. Tentu perlu solusi agar lekas keluar dari masalah yang melingkupinya. Hal ini harus disadari betul oleh pelaku atau kreator puisi.
Bagi para pemula atau calon penyair bisa belajar melalui buku-buku tentang panduan menulis puisi, atau melalui diskusi-diskusi sastra di lembaga atau komunitas yang memiliki kepedulian kesusastraaan.
Menulis puisi jika tidak hati-hati bisa saja terpeleset dan jatuh. Biasanya para pemula yang baru belajar menulis puisi seringkali melakukan kesalahan yang paling mendasar, seperti salah menempatkan tanda baca, salah menuliskan kata sambung dan lain sebagainya.
Kesalahan juga bisa terjadi dalam membuat atau menyusun sebuah kalimat. Kalimat yang salah akan menimbulkan persepsi yang salah juga oleh pembaca. Kesalahan dalam kalimat (sintaksis) bisa berakibat fatal terhadap penulisnya. Kalimat yang salah penyusunannya akan membuat seorang penyair terpeleset dan jatuh. Pemilihan kata (diksi) harus diusahakan setepat mungkin, jangan dilakukan secara sembarangan.
Tidak salah jika ada ungkapan penamu adalah harimaumu. Hal ini sebagai peringatan agar tidak sembarangan menulis. Tentu saja tidak hanya menulis puisi, tapi juga berlaku untuk penulisan karya tulis lainnya. Sedikit saja melakukan kesalahan akibatnya tidak bisa dianggap sepele.
Dalam bangunan sebuah puisi diksi memiliki peran yang sangat penting. Diksi dan metafota atau idiom yang segar dan baru akan membuat puisi bernama puisi, bukan sekadar ungkapan atau curahan isi hati. Setiap penyair dituntut untuk menciptakan idiom atau metafora baru yang lebih segar.
Di media sosial, facebook dan steemit, ini sekadar contoh saja, banyak sekali ungkapan atau curahan isi hati yang dianggap puisi karena tehnik penulisannya dimiripkan seperti puisi, tapi sangatlah sedikit yang betul-betul bernama puisi.
Puisi atau karya sastra lainnya merupakan karya yang memiliki disiplin ilmu. Itulah mengapa sebab ada fakultas sastra atau fakultas ilmu budaya di universitas. Ini merupakan pertanda bahwa menulis karya sastra ada ilmunya. Meski tidak semua penyair atau sastrawan adalah sarjana sastra. Ilmu dan keahlian menulis puisi pun bisa dilakukan secara otodidak. Ilmu teori karya sastra dengan ilmu kritik sastra adalah dua hal yang berbeda. Itulah sebabnya ada fakultas sastra.
Agar tidak terpeleset dan jatuh, maka dibutuhkan kehati-hatian dalam menulis puisi. Kalimat puisi bukan sekadar igaun penulisnya. Bahasa puisi bukan sekadar kata-kata kosong tanpa makna. Kata-kata dalam puisi bukan sekadar hayalan penyairnya. Puisi atau karya sastra lainnya adalah karya fiktif yang lahir dari imajinasi penulisnya, tetapi tidak serta merta ditulis secara sembarangan.
Penting juga kiranya mempelajari teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra agar penyair tidak tersesat dalam proses kreatif kepenyairannya. Setiap ilmu pengetahuan tak pernah sia-sia bagi yang mau mempelajarinya.
Depok, 3 April 2018
0 komentar:
Posting Komentar